BANDARLAMPUNG, PESONALAMPUNGNEWS.COM – Demokrasi merupakan cara berpolitik yang sudah disepakati para the founding fathers, sebagai sebuah sistem politik terbaik dari sistem politik yang pernah ada. Sebagai sistem politik terbaik, maka demokrasi menjadi sebuah keharusan untuk dirawat, Dijaga dan ditumbuh kembangkan agar bertumbuh subur.
Namun, saat ini, banyak muncul upaya yang mendistorsi demokrasi, Melalui Politik SARA yang dikembangkan oleh kelompok tertentu misalnya. Selain itu berita-berita hoaks yang berulang kali disebar sehingga dianggap sebagai sebuah kebenaran. Hal ini akhirnya membuat masyarakat termasuk kaum milenial menjadi bingung.
Pertanyaannya adalah demokrasi seperti apa yang cocok dikembangkan dengan kehidupan para warga milenial saat ini..?!
Terlebih pasca Pemilu serentak yang telah di gelar pada rabu 17 April 2019, yang hingga kini menimbulkan berbagai polemik dari dinamika politik yang telah terbentuk secara gunung es. sehingga PMII Komisariat STKIP PGRI Bandarlampung menginisiasi mengadakan Dialog Publik Yang Bertema “Merajut Kembali Silaturrohmi Pasca Pemilu 2019” yang di gelar kemarin di kafe Waw di bilangan Tanjung senang.
Di ketahui Hadir sebagai narasumber dalam dialog ini adalah tokoh Akademisi Dr. Farida Aryani, Irzha Dewi Sartika,S.P.i, M.Si, Pihak Pemerintah Provinsi Yang di wakilkan oleh Kabid Kominfotik Prov lampung Ganjar Jationo,SE, M.AP, Ketua PCNU Kota Bandarlampung Ketua Ichwan Adji Wibowo, S.Pt, MM yang di moderatori oleh Bung Senen. Yang di hadiri Ratusan Mahasiswa dan Tokohnya dari beberapa kampus Negri dan Swasta Se Kota Bandar Lampung.
Dalam acara tersebut Ketua PCNU Kota Bandar Lampung mengatakan ” Jika kita merujuk dalam sebuah pemahaman untuk memaknai dalam arti yang sempit, apa itu demokrasi, demokrasi berarti adanya kebebasan mengungkapkan pendapat.
Padahal, esensi demokrasi harusnya mengandung niai-nilai keadaban, yang menjunjung tinggi sopan santun, yang sudah menjadi milik bangsa ini sejak ratusan tahun lalu. Namun, itu direduksi oleh satu dua orang yang dengan caranya yang destruktif.
Demokrasi yang cocok untuk dikembangkan saat ini yaitu demokrasi yang beradab maksudnya Yaitu demokrasi yang berbasis pada nilai-nilai Agamis serta tanpa mengenyampingkan nilai nilai kearifan lokal, sesuai dengan Konsep Persaudaraan NU menjadi Tolok Ukur PMII dalam merajut silaturrohmi yaitu Uhuwah Islamiyah, Uhuwah Wathoniyah, dan Uhuwah Basyoriyah di tengah perbedaan suku, agama, dan bahasa ” Ungkap Ichwan Adji Wibowo.
Dalam pandangannya selaku Seorang Akademisi Dr. Farida Aryani yang akrab di sapa atu Farida menyebutkan bahwa ” Saya sangat apresiasi dengan kegiatan yang di gelar pada hari ini Harapan saya Sahabat PMII sebagai Entitas Akademisi yang Merujuk kepada Seseorang yang berpendidikan tinggi dan memiliki daya intelektual. Harus mampu mengambil peran dan terus konsisten dalam mengisi pembangunan di daerah maupun nasional.
Tujuannya adalah mengedukasi masyarakat berkaitan dg perbedaan, penuntasan perkara yang didasarkan pada penegakan hukum. PMII mampu mendesain rekonsiliasi nasional, menyatukan dua kekuatan perbedaan berlandas tumpu pada Sila Ke Tiga”Persatuan Indonesia”
Sehingga nantinya Kader PMII lampung wajib dan mampu menkolaborasi keilmuannya dari berbagai sudut pandang terutama membawa sifat kearifan lokal yang tergagas dalam Filosofi kehidupan Masyarakat Lampung yakni Pi’il Pesenggiri” ungkap Atu Farida yang juga memiliki gelar Pangeran Sesunan Ratu ini.
Selaku Presiden Mahasiswa STKIP PGRI Bandar Lampung Safri Irawan mengamini kedua hal yang di utarakan kedua tokoh ini ” selaku mahasiswa sejatinya kami memang wajib dan mampu membawa Piil Pesenggiri sebagai Filosofi Orang Lampung, yang di padukan dengan sebuah Konsep Persaudaraan NU menjadi Tolok Ukur PMII dalam merajut silaturrohmi yaitu Uhuwah Islamiyah, Uhuwah Wathoniyah, dan Uhuwah Basyoriyah di tengah perbedaan suku, agama, dan bahasa.
Sebab, persoalan kebangsaan hari ini direduksi pada persoalan demokrasi yang dimaknai sebagai demonstrasi saja. Selain itu muncul banyak berita hoaks yang dianggap sebagai sebuah kebenaran. Apakah itu dikatakan sebuah demokrasi..?
Dengan adanya hal itu saya yakin demokrasi yang terjadi di tengah masyarakat menjadikan sebuah produk sistem politik yang bisa menghasilkan produk-produk politik yang baik yang dilakukan dengan cara yang beradab.
Mengharapkan adanya, demokrasi berkualitas mesti dibangun berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Beliau mencontohkan, bagi sebagian orang, musyawarah mufakat bukan merupakan demokrasi.
“Padahal musyawarah dan mufakat itu adalah sebuah demokrasi. Mari kita berdemokrasi dalam sebuah politik yang beradab, kita tidak boleh terpecah belah oleh isu mayoritas dan minoritas yang dihembuskan oleh orang-orang tertentu, agar dapat membangun nilai berdemokrasi yang santun, berkualitas dan beradab.
“Saya mengajak siapapun yang mencintai negara dan bangsa ini agar kita tidak terjebak dalam politik yang membahayakan kehidupan bangsa dan negara, yang menyeret pada isu-isu SARA, hoaks, yang sagat kotraproduktif. Tapi mari kita ajak kaum milenial dengan politik yang santun dan beradab,” tutup Safri Irawan. (Pesona2)
Be the first to comment