Bandar Lampung – Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kabar duka datang dari Kabid Humas Polda Lampung Zahwani AKBP Pandra Arsyad.
Ibunda AKBP Pandra, Hj Darmiza Arsyad, meninggal dunia pada Senin 3 Juni 2019 sekitar pukul 18.30 WIB dalam usia 82 tahun, rumah duka di Jl Perikani III No 27 A Cipinang Timur, Jakarta Timur.
Rencana pemakaman pada Selasa 4 Juni 2019 di Pemakaman TPU Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
“Mohon doanya,” kata AKBP Pandra singkat.
Ibunda Hj Darmiza Arsyad, bagi AKBP Pandra, sangat berperan dalam perjalanan kariernya di kepolisian.
Saat ia pertama kali tes dan gagal menjadi polisi, kepada Ibunda-lah dia bersujud dan mencium kakinya. Saat itu, Ibunda juga yang memberi semangat dan membesarkan hati Pandra untuk terus berusaha.
AKBP Pandra memang punya kisah cukup berliku dalam menggapai mimpi menjadi polisi.
Mulai dari gagal tes kepolisian, banting setir ke bangku kuliah, ikut kontes Abang None Jakarta, hingga kembali ikut tes masuk polisi.
Sejak kecil Pandra memang bercita-cita menjadi polisi. Ia terinspirasi dari keluarga besarnya yang berkecimpung di dunia penegak hukum. Kakek, ayah, dan pamannya adalah polisi.
Pada 1989, AKBP Pandra muda mencoba tes Akademi Kepolisian. Malang, ia gagal. Frustrasi pun sempat datang.
“Saya gagal masuk Akpol tahun 1989. Saat mengalami kegagalan, setiap orang ‘kan pastinya frustrasi,” katanya.
Meskipun kecewa berat, ia tidak meluapkannya dengan melakukan hal negatif. Suatu waktu, ia mencium kaki ibunya, Hj Darmiza Arsyad.
Saya cium kaki ibu saya. Saya memohon kepada beliau karena sudah gagal jadi polisi, tidak sesuai harapan dan cita-cita,” ujar Pandra.
Saat itu, sang ibu membelai kepala Pandra. Ia lalu membisikkan kata-kata kepada putranya.
“Ya, nggak apa-apa, Nak. Mengabdi nggak harus ini (menjadi polisi). Anggap saja keberhasilan yang tertunda,” kata Pandra menirukan ucapan ibunya ketika itu.
“Saat itu saya malu dengan keluarga dan tetangga, karena semua tahu saya tes masuk polisi tapi gagal,” sambungnya.
AKBP pun menjadikan nasihat ibunya sebagai pegangan. Intinya, jangan frustrasi jika gagal meraih sesuatu. Kegagalan adalah sukses yang tertunda.
Singkat cerita, Pandra banting setir dengan berkuliah. Ia menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta.
Tanpa sengaja, saat semester II, ia bertemu seseorang yang kelak turut mengubah jalan hidupnya. Pandra mengikuti kontes Abang None Jakarta mewakili Jakarta Timur.
“Waktu itu ada acara musik. Saya sama teman-teman nonton. Ada Abang None yang lihat saya. Saya didekati dan diajak ikut pemilihan Abang None,” ungkap AKBP Pandra.
Keikutsertaan Pandra pada kontes Abang None berjalan mulus. Ia terpilih sebagai Abang Jakarta 1991.
“Lalu saya dapat tugas ke luar negeri mendampingi gubenur (DKI Jakarta) untuk mempromosikan pariwisata yang saat itu terkenal dengan (program) Visit Indonesia Year 1991,” tuturnya.
Dari sinilah, Pandra mendapat pengalaman luar biasa yang tidak ia peroleh di bangku pendidikan. Ia memperoleh ilmu sapta pesona, berlatih mulai dari etika hingga tutur kata.
Bagaimana menghormati masyarakat dari semua lapisan. Apalagi, sebagai pelayan di bidang pariwista,” ujarnya.
Setelah lulus kuliah, Pandra membulatkan niat mengikuti lagi seleksi kepolisian melalui Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) 1995-1996.Kali ini ia mujur. Pandra lulus SIPSS dengan pangkat letnan dua, kemudian mendapat penempatan di Satuan Reserse.
Rupanya, pengalaman menjadi Abang Jakarta memudahkan Pandra menjadi polisi profesional. (Rizki)
Be the first to comment