Lampung Timur – Pabrik singkong tidak ada surat ijin lengkap tetap melanjutkan proses pembangunan pabrik yang berada di Desa Totoprojo Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur, Padahal diketahui Pabrik tersebut hingga saat ini belum melengkapi seluruh ijin dari Pemerintah Kabupaten Lampung Timur.
Pantauan media, kegiatan konstruksi dan Produksi pabrik masih terus berjalan, Sabtu 31 Agustus 2019, belum ada tanda-tanda akan ada penghentian kegiatan proyek tersebut.
Kronologis
Pesonalampungnews.com berkesempatan mewawancarai wakil pemimpin pabrik singkong tersebut, Pak Mat.
Kepada wartawan dia mengatakan, “disini setahu saya yang ada suratnya hanya menjemur onggok kalau produksi singkong menjadi gaple. Saya tidak tahu, tapi setahu ku yang ada hanya ijin ke masyarakat dan kepala desa, saya tidak bisa menjelaskan yang Detail, tunggu bapak saya aja Pak, karna yang tahu semua Bapak saya tunggu saja dia pulang biar Bapak saya yang menjelaskan, dan saya minta tolong jangan dinaikin berita dulu, karna kami ini lagi mau berusaha, tunggu bapak saya dulu pak, kita cari jalan damai dan santai saja, cukup sampai di sini saja urusan ini, karna saya tidak bisa memberikan jawaban yang sejelasnya dalam melengkapi pemberitaan, sebelum bapak saya pulang, jangan dimuat dulu beritanya. Habis maghrib saja di tunggu dirumah,” ujar Mat selaku wakil yang juga anak kandung pemimpin pabrik.
Menurut keterangan warga setempat yang enggan disebut namanya, mengatakan produksi ini sudah lama, beroperasi dari singkong dibuat menjadi gaple, kemungkinan belum memiliki ijin yang lengkap dari Pemkab Lampung Timur. Karna kalau pabrik ini suratnya lengkap, pasti ada dong papan plang nama pabrik
“Kalau tidak ada papan plang nama surat ijin yang Jelas jatuhnya pemerintah daerah tidak dihargai, sama yang punya pabrik bisa jadi merugikan PAD kalau mereka tetap melanjutkan pembangunan pabrik, karna apa mengangkut alat berat (ALBEPR) dua (2) ini bisa merusak jalan desa, bayar pajak enggak tapi mau bikin usaha besar,” ujar warga setempat.
Sekitar Pukul 18.00 WIB wakil/anak kandung pak Surat yang punya pabrik menghubungi wartawan via telepon mengatakan sudah di tunggu bapak dirumah.
Tim langsung menuju rumah pak Surat, tim kaget rupanya pak surat di dampingi Pak Paret yang mengaku sebagai Orang Hukum, keluarga pak Surat.
Wartawan lalu menanyakan secara langsung kepada pemilik pabrik, tentang ijin pendirian dan produksi pabrik tersebut, apakah sudah ada surat ijin apa belum pak. Si Paret langsung menjawab dan membantah, “saya Orang Hukum surat ijin ada semua bahkan sudah lengkap, tujuan anda kesini apa , wartawan mempertanyakan begitu bukan hak wartawan, apalagi melihat surat ijin itu bukan hak wartawan, kalau anda ngeyel mempertanyakan apakah ada surat ijin kalau anda mau melihat, anda wartawan tidak punya etika, wartawan tidak boleh seperti itu, mempertanyakan apapun penemuan anda di pabrik itu ditulis sudah jadi berita tidak harus ketemu orang baru jadi berita, tidak perlu ketemu dan konfirmasi, itu sudah jelas untuk buat berita kalau anda bertemu seperti ini anda wartawan tidak punya etika anda bukan wartawan, karna saya tahu tata kerja wartawan, karna karna saya dulu disuruh menjadi wartawan lampung pos saya tidak mau, anda mungkin kenal sama Aris Wartawan lampung pos di metro, kalau aris saya yakin tidak kenal sama kamu karna kamu bukan bekerja seperti wartawan. Kalau kamu menemui keluarga saya ini kamu ini mencari-cari, wartawan tidak perlu ketemu seperti ini, mencari-cari karna saya orang hukum dan sarjana hukum tahu semua wartawan mencari yang tidak punya etika,” ujar Paret yang mengaku orang hukum.
Pak Surat yang punya pabrik langsung menjawab, “jadi begini pak surat ijin sudah ada semua, bantah Paret kalau mau melihat bukan hak wartawan, secara hukum wartawan tidak ada hak melihat surat ijin kalau mau muat berita saya muat besar-besar di halaman depan, sudah pak dia ini wartawan tidak punya etika, wartawan mencari-cari nanti saya telpon Aris kabiro Lampung pos,” sengap nada marah Paret mengaku orang hukum.
Tanggal 1 September Camat way bungur menghubungi wartawan mengatakan, “dulu pernah pak Sam memberikan tembusan kepada saya tapi di dalam tembusan Usaha di bawah 50jt bukan di atas ratusan juta, karna kalau di bawah 50jt ya saya ijinkan usaha singkong kalau di atas ratusan juta itu hak nya pemkab yang memberikan ijin, jadi saya juga termasuk di bohongi dengan pendirian pabrik itu,” ujar Camat.
Dari penemuan hasil investigasi itu, PPWI kabupaten Lampung Timur akan segera melaporkan kepihak yang berwajib atas ketidak transparansi publik menurut UUD keterbukaan informasi Publik (KIP) atas ijin usaha dan diduga pembohongan secara ucapan yang dilakukan pak Surat.
Dan meminta penegak hukum dan para pengacara tindak secara tegas kepada saudara Paret yang sengaja menghalangi tugas wartawan mencari berita menurut UUD pers no 40 tahun 1999, berikut sengaja mengelabui wartawan mengaku Orang Hukum, untuk membackup pabrik tanpa surat ijin yang jelas.
Menurut UUD undang Undang No 18 Tahun 2003, tentang Advokat (UU Advokat), Pasal 1, Ayat (1), menyatakan bahwa yang disebut Advokat adalah “orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang dipersyaratkan menurut Undang Undang.”
Adapun untuk dapat berprofesi sebagai advokat maka UU Advokat mengatur tahapan-tahapan yang harus dilalui, yaitu:
- Berlatar belakang Sarjana Hukum, Sarjana Syari’ah atau Sarjana Ilmu Kepolisian.
- Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat dan Lulus Ujian Profesi Advokat.
- Mengikuti magang di Kantor Advokat yang telah berpraktek selama 5 (lima) tahun lebih sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus.
- Disumpah oleh dan dihadapan Hakim Pengadilan Tinggi.
Dengan demikian maka jelas bahwa advokat adalah profesi yang tidak bisa disandang sembarang orang.
Bahkan Dalam UU Advokat pula pernah diatur mengenai ancaman sanksi pidana terhadap orang yang mengaku advokat padahal bukan (Advokat atau pengacara gadungan) sebagaimana dimuat dalam Pasal 31.
Rumusannya berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi advokat dan bertindak olah-olah sebagai advokat, tetapi bukan advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 50 juta rupiah.”
Ketika perbuatan si orang yang mengaku-ngaku advokat padahal bukan tersebut terbukti telah atau dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Hal ini Sejalan dengan apa yang disebutkan MK dalam putusannya No.006/PUU-II/2004, dalam pertimbangan hukumnya MK menyatakan “bahwa kepentingan masyarakat tersebut telah cukup terlindungi oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).”
Pasal yang dimaksud MK tersebut salah satunya adalah Pasal 378 KUHP tentang penipuan, yang menyatakan:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”.
Kata advokat, identik dengan keanggotaan seseorang pada suatu Organisasi Advokat, telah disumpah oleh pengadilan tinggi (SKPT) ataupun Menteri Kehakiman (SK Menkeh), dan memegang Kartu Tanda Pengenal (Izin Praktek) Advokat.
Dengan demikian apabila orang yang menyatakan dirinya seorang advokat akan tetapi tidak bisa membuktikan keanggotaannya pada suatu Organisasi Advokat melalui Kartu Tanda Pengenal Advokat, tidak terdaftar dalam database keanggotaan organisasi advokat tersebut, tidak dapat menunjukan SK pengangkatan dari salah satu Organisasi Advokat, Pengadilan Tinggi atau Kementrian Kehakiman (Sekarang Kementrian Hukum dan HAM). Maka Unsur memakai Martabat palsu dalam Pasal 378 KUHP telah terpenuhi.
S.R. Sianturi dalam penjelasannya terkait Pasal 378 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 634) menjelaskan bahwa “yang dikatakan memakai keadaan (martabat) palsu yaitu apabila si petindak itu bersikap seakan-akan padanya ada suatu kekuasaan, kewenangan, martabat, status, atau jabatan yang sebenarnya tidak dimilikinya, atau mengenakan pakaian seragam tertentu, tanda pengenal tertentu yang dengan mengenakan hal itu, orang lain akan mengira bahwa ia mempunyai suatu kedudukan/pangkat tertentu yang mempunyai suatu kekuasaan atau kewenangan, dan lain sebagainya.”
Kemudian selain pasal 378 KUHP tentang Penipuan tersebut tidak menutup kemungkinan seorang advokat gadungan juga dikenakan Pasal 263 KUHP tentang Surat Palsu apabila ada surat-surat atau dokumen yang dipalsukan yang digunakan contoh Kartu Advokat Palsu, Serifikat Pendidikan Advokat Palsu, Ijazah Palsu atau Berita Acara Sumpah Palsu.
Pasal 263 KUHP berbunyi:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Jadi terhadap orang yang mengaku-ngaku advokat padahal bukan itu masih mungkin dipidana dengan menerapkan pasal penipuan atau surat palsu sepanjang perbuatannya memenuhi unsur-unsur kedua pasal dalam KUHP tersebut.
Hal ini pada prinsipnya sama ketika ada orang yang mengaku-ngaku sebagai Polisi, Dokter atau profesi lainya padahal bukan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. (Indra)
Be the first to comment