Disparpora Lamtim Kunjungi Rumah Dokter Swoning yang Viral di Medsos

Sukadana – Reza Hardiansyah penggiat sejarah sukadana pemilik akun @palagansukodano dan Reza Azis Mukti Ketua Genpi Lamtim 2017-2020 menemani kunjungan dari staff Disparpora Lampung Timur untuk melihat secara langsung keadaan rumah dokter swoning yang berada di desa pasar sukadana, yang sempat ramai di postingan instagram @palagansukodano sebelumnya, Alhamdulillah rupanya disana ada pihak dari keluarga pemilik rumah tersebut sedang gotong royong membersihkan rumah era kolonial itu, Senin (9/1/23).

Staff Disparpora Lampung Timur pun segera berkordinasi dengan TACB Lampung Timur terkait Rumah Dokter Swoning, Apakah memenuhi syarat untuk menjadi Cagar Budaya.

Adianto staff disparpora lampung timur akan segera berkordinasi dengan pihak keluarga tentunya dan bagian yang terkait seperti penggiat sejarah, Dinas Pariwisata Kepemudaan dan olahraga, Dinas pendidikan dan kebudayaan serta Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).

Selanjutnya kami mengunjungi Bong atau makam china yang berada di desa pasar sukadana yang kebetulan lokasinya tak jauh dari rumah dokter swoning.  Desa Pasar Sukadana adalah saksi bisu kedatangan masyarakat China pada zaman perdagangan sekitar tahun 1850 – 1960. Karna menurut keterangan masyarakat setempat yang bernama kakek Zainal Tohir  kelahiran 1948, Semasa beliau kecil masyarakat china sudah banyak yang menempati di sukadana dan melakukan perdagangan yang saat ini lokasinya menjadi Ruko Sukadana. Dan pada tahun itu juga telah banyak makam china, lebih dari 50 tapi tak sampai 100 makam.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukan makam-makam warga China yang ada di desa Pasar Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur, Tepatnya dibelakang Ruko Sukadana saat ini. Namun hanya beberapa Bong saja, Karna sebagian bong ada yang dibawa mereka pindah ke daerah teluk betung dan pringsewu.

Setiap menjelang hari raya imlek warga china di sukadana selalu latihan barongsai. Dan masyarakat sukadana hidup berdampingan dan saling menghargai. Jika hari raya imlek maka warga china memberi kue tutun kepada masyarakat sekitar dan begitu juga sebaliknya, jika hari raya idul fitri, warga sekitar pun membagikan ketupat berikut lauknya di dalam rantang (wadah makan).

Ini menjadi bukti bahwa masyarakat hidup rukun meski berbeda-beda.  Warga china meninggalkan sukadana sekitar tahun 1961 dengan dikeluarkan nya peraturan daerah. bahwa warga tionghoa dilarang tinggal di daerah kewedanaan.   Informasi yang kami dapatkan tidak terlalu banyak, karna pelaku sejarah yang mengalami masa itu sudah tak banyak lagi. kami hanya mendapatkan sekilas informasi dari kakek yang berumur 74 tahun saat ini (2023).

Etnis Tionghoa telah menjadi bagian dari masyarakat sukadana. Jika kita tak pernah explore maka lambat laun story ini tergerus waktu dan menghilang.  Reza Hardiansyah selalu penggiat sejarah sukadana berharap kepada pemerintah lampung timur untuk lebih memberi perhatian terhadap aset budaya dan sejarah yang ada di lampung timur khususnya sukadana. (Riz)

Be the first to comment

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*