Kabid Dikmen Disdikbud Provinsi Lampung Akan Panggil Kepala Sekolah SMAN 1 Raman Utara

Diona Katharina, M.Pd

Diona Katharina, M.Pd

 

BANDARLAMPUNG, PESONALAMPUNGNEWS.COM–Kepala Bidang Pendidikan Menengah (DikMen) Dinas Pendidikan dan Budaya (Disdikbud) Provinsi Lampung Geram mendengar salah satu sekolah negeri di kabupaten Lampung timur budayakan penahanan ijazah yang masuk dalam pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

Dalam pasal 372 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dikatakan, barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Ia mengatakan akan memanggil dan menindaklanjuti oknum kepala sekolah yang ada di kabupaten Lampung timur tersebut.

” Segera saya akan panggil kepala sekolah yang bersangkutan, untuk diminta penjelasannya, terima kasih ya sudah kasih info,” kata Diona Katharina, M.Pd kepada Pesonalampungnews.com, Selasa (06/11/2018).

Sebelumnya media ini memberitakan, Upaya pemerintah dalam mensukseskan dunia pendidikan terus dilakukan dengan beragam cara, salah satunya dengan memberikan bantuan kepada siswa-siswi yang kurang mampu. Tujuannya pun sangat jelas, yaitu untuk mencerdaskan anak bangsa agar mampu bersaing dalam membantu meningkatkan taraf ekonomi keluarga atau memiliki penghasilan (bekerja) sendiri dengan bermodalkan ijazah SMA yang di milikinya.

Namun sayangnya hal itu tidak di dukung oleh salahsatu oknum Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri satu (SMAN 1) Raman Utara Kabupaten Lampung Timur, Tumin Spd. MM. Pasalnya, oknum tersebut diduga telah menahan ijazah milik siswa-siswi yang kurang mampu. Di ketahui sejumlah siswa-siswi ini lulus pada pertengahan tahun 2018 ini.

Menurut penuturan salahsatu siswi alumni SMAN 1 Raman Utara, bahwa untuk mendapatkan Ijazah tersebut, dirinya harus menebus sebesar Rp 1,4 juta. Uang tebusan ijazah itu di berlakukan kepada seluruh siswa yang dinyatakan telah lulus sekolah, termasuk siswa-siswi yang datang dari keluarga tidak mampu.

Saat kelas 1 SMA (kelas 10) hingga kelas 3 SMA dirinya mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk meringankan pendidikan SMAnya, bantuan itu di ketahuinya dari pemerintah pusat untuk siswa-siswi yang kurang mampu. Dan dirinya tidak pernah merasa ada tunggakan.

“Kelas satu, saya dapet bantuan satu juta dalam setahun, kelas dua juga sama, kelas tiga lima ratus ribu, katanya bantuan itu untuk siswa yang kurang mampu. Dan semuanya sudah di lunasi tapi kenapa ijazahnya kami di suruh bayar,” kata dia.

Upaya memohon bantuan dari pihak sekolah sudah dilakukannya, namun sayang pihak sekolah tersebut seakan tidak peduli dengan nasibnya. Padahal dirinya ingin bekerja dan memiliki penghasilan untuk membantu meringankan ekonomi keluarganya.

Ia pun pernah kembali mendatangi sekolahan tersebut, hanya berupaya meminta fotocopy ijazah yang telah di legalisir, namun sang kepala sekolah tidak ada di tempat.

“Saya pengen kerja, tapi bagaimana kalau gak ada ijazah, padahal ada lowongan kerja, fotocopy ijazah yang di legalisir aja belum dapat karena kepala sekolah tidak masuk,” terang siswi yang namanya tidak mau disebutkan.

Bersama siswi tersebut, media ini pun berupaya mendatangi sekolah SMAN 1 Raman Utara tersebut, namun sangat di sayangkan sang kepsek tidak masuk kerja.

Dalam kesempatan itu, media ini bertemu dengan pihak bagian Humas SMAN 1 Raman Utara H. Hairul. Ia pun membenarkan jika siswa-siswi yang telah lulus sekolah harus memberikan uang sebesar Rp 1,4 juta, termasuk siswa-siswi yang kurang mampu.

“Semuanya kebijakan kepala sekolah, kalau saya hanya mengikuti perintah saja. Jadi bagi yang mau ngambil ijazah ya harus memberikan uang yang Rp 1,4 juta ini,” kata Hairul di ruang kerjanya, Senin (05/11/2018).

Saat media ini menanyakan kenapa pihak sekolah harus menyuruh siswa-siswi menebus ijazah tersebut. Hairul menjelaskan bahwa uang itu di gunakan untuk membayar gaji guru honor dan bayaran kegiatan. Karena bantuan yang di berikan pemerintah tidak cukup untuk membayar gaji semua guru honor di sekolahan tersebut.

“Uangnya di pake buat bayar guru honor dan bayar kegiatan,” ujar Hairul sembari mengarahkan agar menemui langsung kepsek di kediamannya (Kota Metro, Red).

Hingga berita ini di turunkan, kepsek tersebut belum bisa dihubungi by phone maupun pertemuan langsung. (Redaksi)

 

Be the first to comment

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*